
Jakarta, 21 Juni 2025 — Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyatakan komitmennya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Ibu Kota hingga mencapai 6 persen pada tahun 2026. Target ini diumumkan dalam pidato resmi saat membuka Forum Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) DKI Jakarta 2026 yang digelar di Balai Kota, Jumat pagi.
Pramono menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi bukan hanya indikator makro, tetapi harus dirasakan langsung oleh masyarakat lewat penciptaan lapangan kerja, peningkatan UMKM, dan pemerataan infrastruktur.
“Jakarta sebagai pusat ekonomi nasional tidak boleh stagnan. Tahun 2026, kita targetkan pertumbuhan ekonomi minimal 6 persen. Ini realistis, tapi membutuhkan kerja keras dan sinergi semua pihak,” ujar Pramono di hadapan pejabat daerah, pengusaha, dan akademisi.
Strategi Ekonomi: Infrastruktur, Digitalisasi, dan UMKM
Untuk mewujudkan target tersebut, Pemprov DKI Jakarta menyiapkan sejumlah strategi prioritas, antara lain:
- Percepatan pembangunan infrastruktur transportasi seperti integrasi moda MRT, LRT, dan TransJakarta.
- Revitalisasi kawasan ekonomi dan perdagangan di Jakarta Utara dan Timur.
- Digitalisasi layanan publik dan penyederhanaan perizinan investasi.
- Penguatan UMKM dan koperasi lokal, termasuk melalui insentif pajak dan akses pembiayaan dari BUMD.
- Peningkatan sektor pariwisata urban dan ekonomi kreatif pasca-transisi Jakarta dari Ibu Kota Negara menjadi pusat ekonomi global.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI, Rini Astuti, menyebut bahwa tahun 2024 pertumbuhan ekonomi Jakarta tercatat sebesar 5,2%, sedikit lebih tinggi dari rata-rata nasional. Dengan langkah percepatan di tahun 2025, lonjakan ke 6 persen pada 2026 dinilai sangat memungkinkan.
Dukungan Dunia Usaha dan Akademisi
Sejumlah pelaku usaha dan pengamat ekonomi menyambut positif target yang dicanangkan Pramono. Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Rachmat Hidayat, menilai bahwa kepastian arah pembangunan dan reformasi birokrasi akan menjadi kunci keberhasilan.
“Kalau iklim usaha makin stabil, investasi makin lancar, maka angka 6 persen itu bukan mimpi. Kita dukung langkah ini,” katanya.
Sementara itu, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia, Prof. Sri Yanti, mengingatkan bahwa pemerintah juga harus waspada terhadap potensi risiko eksternal seperti pelemahan global, ketegangan geopolitik, serta dampak ekonomi pasca-pemindahan ibu kota ke IKN Nusantara.
Jakarta Menuju Transformasi Ekonomi
Meski tak lagi menyandang status ibu kota negara pada 2024, Jakarta kini tengah bersiap memantapkan diri sebagai kota global berbasis jasa, keuangan, dan digital. Pemerintah pusat sendiri telah menetapkan Jakarta sebagai pusat ekonomi nasional dalam Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ).
“Tantangannya besar, tapi peluangnya juga besar. Kita harus bergerak cepat dan kolaboratif,” tutup Pramono.
Dengan waktu yang semakin sempit menuju 2026, semua mata kini tertuju pada bagaimana realisasi target ambisius ini bisa dijalankan — apakah akan menjadi lompatan nyata bagi Jakarta, atau sekadar janji politik yang berlalu.
Sumber : pafibengkonglaut.org